Selasa, 04 Maret 2014

Angan Kelabu

Coba ku tepis angan tentang dirimu
Coba kau resapi makna airmata ini
Sekian lama aku termenung dalam duka
Setia menemani mimpi indah tentangmu
Mencoba mencari jejak hatiku
Namun kenyataan bahwa hanya di hatimu
 cintaAku temukan angan kelabu untuk menanti datangnya MIMPI INDAH.
“Coba sebut satu kata.” Kata Afiel padaku. Aku menoleh padanya, kemudian tersenyum semanis yang aku bisa.
“Api.” Jawabku singkat sesuai permintaannya. Afael mengambil buku fisika-ku kemudian mencoret sesuatu
disana. Aku hanya mampu mengeleng, tak berani memarahinya karena mencoret buku pelajaranku.
“Nih,” Kata Afiel sembari memberi bukuKu. Ia segera bankit dari duduknya, sebelah tangannya menyentuh rambutnya sehingga membuat rambut hitam kelamnya tampak aut-autan. “Baca saat jam pelajaran fisika.” Lanjutnya meninggalkan mejaku.
Aku mengangkat bukuku dengan wajah bingung. Apa maksudnya? Batinku, namun sejujurnya aku tak berani mengingkari perintah mahluk Tuhan yang satu itu.
Aku kembali memperbaiki posisi dudukku ketika Ibu Fahra memasuki kelas. Aku melirik Afiel yang sedang santai menatap papan tulis, lelaki itu menyenyumiku. Apa yang kau tulis Afiel? Pernyataancinta kah? Memikirkan hal itu, aku jadi senyum-senyum tak jelas, sambil mencium buku fisikaku. Uh, indahnya jatuh cinta itu.
Perlahan ku buka buku fisikaku, dengan hati-hati membalik halaman per halaman. Disaat Ibu Fahra menulis dengan tinta merah pada papan tulis “BAHASA INDONESIA”, aku malah mempelajari fisika. Dan aku menemukan halaman itu.
API
Seperti api yang menghangatkan tubuhku saat senyuman itu berhias di bibirmu
Kadang kesepian merasuk namun tak membuatku melupakan bara api cintaku
Andai api ini dapat kupadamkan namun segalanya telah terlambat untuk diakhiri
Karena mencintaimu bagai api yang membungkus hatiku.
Ya Tuhan! Puitis! Aku mengangkat kepala dan melihat wajah Afiel, ia semakin tampan dan berwibawa. Huh, kenapa aku sangat mencintainya? Lalu Afiel tersenyum padaku, senyuman yang sukses membuatku mati gaya.
“Kamu selalu sukses buat aku semakin mencintaiMu!” Gumam ku menatap kagum pada Afiel.
Seperti apa itu rasa cinta sebenarnya? Meskipun aku telah memiliki rasa itu namun aku masih belum bisa mendapatkan pejelasan tentang arti dari perasaan yang paling norak itu. Seperti apa perasaan Afiel padaku? Mungkinkah hanya sekedar iseng saat menawarkanku sebuah kata?
Aku menggeleng lemah, menepis semua bayang tentang cinta. Aku terlalu berangan indah untuk hal itu, Angan yang sudah lama ku mulai. Aku bersandar pada ayunan besi di taman sebuah TK yang berlokasi sedikit dekat dengan sekolahku. Seperti inilah pekerjaanku, setiap pagi sebelum sampai di sekolah selalu singgah di TK ini dan menyempatkan diri untuk BERANGAN.
“Lo suka juga ya nongkrong di sini seperti anak-anak TK,” Celetuk seseorang dari belakangku. Aku menoleh dan agak terkejut mendapati senyuman dan wajah Afiel. Aku sedikit mengeser dudukku, mempersilahkan Afael duduk.
“Lo Ngikutin gue?.” Tanyaku sedikit sensi. Afiel tertawa renyah sembari mengangkat sebelah tangannya menyentuh pipiku.
“Gue nggak punya hobby ngikutin cewek. Gue juga suka suasana TK ini,” Jawab Afiel kembali menurunkan tangannya. Aku berpaling sedikit memberi Afiel cela agar ia melanjutkan kata-katanya. Namun sayang, ia ternyata tak berniat melanjutkan kata-katanya.
“Nah, kalau gitu, Lo sama kayak gue,” Kataku dengan nada suara bergumam.
“BEDA!,” Teriaknya antusias. Aku mayun dan hanya terdiam di tempat dudukku.
“Mana buku fisikaMu,” Pinta Afael sembari menengadahkan telapak tangannya padaku. Keningku berkerut samar tetapi tanganku merongoh tas sekolah mengambil buku fisika.
“KAMU!.” Kataku menyodorkan buku fisika padanya. Ia tersenyum mengerti maksud kata-kataku. Afiel kemudian mencoret beberapa kalimat di dalam lebaran buku. Setelah selesai ia menyodorkan buku itu kembali padaku.
KAMU
Kamu bagaikan tetes-tetes embun pagi ini.
Kamu, selalu hadir dalam angan dan mimpi kelabuKu.
Sebersit rasa ragu datang menemani
Akankah kulihat embun pagi itu hari esok?
Tinggalkan ragaku menanti KAMU di buntutnya jalan menuju cintaMu.
Kami berjalan sejajar, Afiel menyelipkan kedua tangannya ke dalam saku celana seragamnya, Aku hanya berjalan dalam diam sembari memeluk buku fisika. Kami hendak menuju sekolah.
Rumah Afiel ternyata berada di sekitar perumahan elit di kompoleks TK itu. Huh, sudah pasti ia setiap pagi melewati TK itu menuju sekolah. TIDAK! Baru hari ini ia tak membawa motor kawasaki ninjaNya. Ayo, Afiel. Cerita padaku mengapa kau meninggalkan kendaraan setiamu itu?
Kami berpisah di koridor ruangan osis karena Afiel hendak mengerjakan sesuatu di ruangan itu. Aku hanya menganguk agar terkesan mengizinkan Afiel pergi meninggalkanku walau sebenarnya aku sedikit keberatan.
“Kalian berangkat bareng?” Tanya Chida padaku. Aku menoleh sembari menganguk.
“Wah, nggak nyangka, jadi gosip itu bener?!” Kata Chida sembari mencolek lenganku. Aku mendelik, menatapnya tak mengerti.
“Gosip apa?” Tanyaku polos.
Chida menatapku nanar. Katanya, “Pura-pura tuli? Seisi sekolah ini sudah membicarakan gosip itu sejak awal februari tahun kemarin hingga kini, nggak logis kalau Lo nggak tahu.” Sahut Chida mengeratkan tas pada bahunya.
“Gue nggak ngeti.”
“Jadi beneran lo nggak tahu? Padahal jelas-jelas lo jalan sama Afiel,”
“Oh, jadi ini ada sangkut pautnya sama dia,” Jidatku di tepuk Chida, gadis itu dengan gemas memandangiku.
“Lo mendadak O-On yaa. Tentu aja semua ini ada sangkut pautnya sama Afiel, tadi kan gue udah bahas tadi.”
“Suer, gue nggak ngerti sama sekali, Juga nggak tahu apa maksud lo. Tolong di perjelas.”
Dan Chida menceritakan semua. Aku tersenyum, tersenyum bahagia.
Aku membolak-balik lembaran buku di hadapanKu, Membaca setiap larik indah di antara rumus-rumus fisika. Sudah sebulan lebih Afiel selalu menanyakan ‘satu kata’ jika kami bertemu di sekolah atau di taman TK, Dan aku sudah tahu alasan mengapa sifatnya berubah 100% daripada pertama kali aku menempati bangku duduk di samping mejanya. Aku tahu dan kini mengerti.
Tetapi itu hanyalah angan kelabu, seperti setiap kalimat yang ia tuliskan dalam bukuku, ia selalu memastikan bahwa ada kata itu ‘ANGAN’. Seperti larik-larik ini.
DI CINTAI
Di Cinta dirimu mungkin terlalu asing untuk dunia mendengar
Disaat aku menjauh namun rasa ini berhenti pada titik hatimu
Membawaku jauh dan semakin jauh mencintaimu
Tak sedikit hasrat hati ini untuk terus di Cintai dirimu
Menarik hatiku bagai magnet karena di Cintai dengan cinta bagaikan emas murni.
Dan aku takkan meninggalkan kamu dalam angan kelabu ini.
Atau seperti kalimat ini.
JANGAN
Jangan selalu menemani angan kelabu ini
Jangan biarkan sepi merongrong malam dingin ini
Jangan biarkan aku menjauh dari kehidupan bersamamu
Jika suatu saat nanti kita berpisah mungkin cinta hanyalah Angan kelabu
Jika tak seharusnya aku disini maka jangan kau sesali pertemuan kita.
Jangan biarkan hatimu terpaku oleh luka karena angan yang semu.
Atau kalimat yang paling kusukai ini, aku selalu membacanya tanpa bosan sedikitpun.
ANDAI
Andai angin masih berhembus di wajahKu, aku tahu bahwa saat itu dan ini kau masih disisi
Anda mentari melahirkan cahaya penuh perak dan emas, aku tahu bahwa cintaku masih sama seperti dulu.
Andai hujan membawa salju, aku tahu bahwa engkau masih milikku
Dan mohon jangan biarkan andai-andaiku ini hanya sekedar ANGAN dalam ANGAN kelabu.
Tetap temani aku menjadi peri kecilku yang selalu PUTIH.
Ya Tuhan, tolong bawa aku bersamanya sekarang. Aku tak ingin Ini semua berakhir karena memang ini hanya angan kelabu KAMI. Tuhan, sempurnakan aku dengan hadirnya disini. Aku ingin melihat senyum yang dulu selalu menghiasi pagi penuh embun. Beri aku sedikit waktu untuk menghabiskan sekali lagi waktuku bersamanya.
Aku menangis di taman TK yang pernah kami singahi bersama, berlabuh dan menangis bersama embun pagi. Aku sudah kehilangan Afael Seminggu ini, ia pergi demi masa depannya, ia pergi sebelum menyatakan MENCINTAIKU. Ia meninggalkanku bersama beribu sanjaknya, bersama kenangan yang kini menjadi Angan kelabu semata.
Kudengar suara angin melambai ranting pohon di samping ayunan besi, Aku menyembunyikian tangisanku di balik buku fisika yang telah menjadi saksi cinta Afael. Rasanya aku ingin merobek isi buku ini agar membuatku melupakan Afael, namun mana mungkin itu terjadi disaat aku benar-benar tak bisa melupakannya.
Tubuhku di guncang sebuah tangan, tangan itu memengang lututku. Aku menengadah mendapati seorang bocah lelaki sedang menatapku -Iba. Bocah itu menghapus airmataku yang masih bercucuran, aku terkesima dengan perbuatan anak kecil Polos itu.
“Kakak, jangan nangis dong. Cinta itu nggak akan tega meninggalkan malaikatnya.” Kata bocah itu, ia tersenyum dan itu membuatku menangis lagi, lagi dan lagi. Tiba-tiba ia memberiku sebuah baju kaos biru polos padaku, ia lalu pergi meninggalkan ku.
Aku memandang kaos itu. Apa maksud bocah itu? Mengapa ia memberiku kaos murahan ini? Dengan perasaan tak menentu, aku membuka lipatan kaos itu dan betapa kaget saat mendapati larik-larik itu disana.
SENDIRI
Sendiri mungkin membuatku sesak tetapi aku sadar ada kamu menemani
Sendiri meresapi murninya perasaan cinta membuatku tak mampu lebih jauh darimu
Maaf bila dulu Angan kelabu itu selalu menghantui langkahku
Maaf bila aku harus pergi
Dan
Maaf bila kini aku harus kembali mengakhiri kesendiriaanKu.
Dan tepat saat itu sebuah jemari menghapus airmataku yang berjatuhan. Jemari yang selalu ku nantikan, Jemari yang selalu ku rindukan. Afiel Kembali! Aku memeluknya dan menangis hingga aku sadar bahwa kebahagiaanku sepenuhnya adalah bersamanya. Dan angan kelabu itu hanyalah berwujud sebuah ketakutan.
“Jangan pergi lagi.” Pintaku disela tangisan.
“Aku berjanji, Lantika.” Jawabnya tegas.
Lalu ia mencium keningku sembari mengucapkan kata-kata itu. “Aku selalu mencintaimu, dulu, sekarang dan sampai selamanya perasaan ini takkan pernah terkoyak.”
SELESAI
Cerpen Karangan: Bunga Salju
Facebook: Bunga Salju ( Kenni’eWoonds )
Blog: Izumic.blogspot.com
Nama L: Vallerie Rahayaan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar